Sejak saya terkena serangan stroke di Belanda setahun yang lalu, tepatnya sejak 19 April 2009 praktis saya tidak bisa melaksanakan shalat 5 waktu dengan sempurna. Saya harus duduk diatas kursi bahkan awalnya hanya berbaring. Saat shalat saya adalah seorang yang diffabel, meminjam istilah guru saya Alm. Mansur Faqih. Harus saya akui, saya bukan seorang yang terlalu taat untuk melaksanakan ibadah mahdlah. saya selalu menjamak qasar shalat lima waktu. Ashar dan Dhuhur cukup saya lakukan pada waktu akhir Asar, dua-dua rakaat saja. Maghrib dan Isya saya tunaikan pada waktu Isya', tiga-dua rakaat. Dan tentu saja Subuh tidak dapat teman untuk dijamak. Jadi praktis untuk periode yang lama, shalat lima waktu yang seharusnya ditunaikan lima kali, praktis terlalu sering saya laksanakan dalam tiga kali saja. Semoga Allah memaklumi perilaku saya selama ini. Tetapi,ketidak mampuan saya dalam menjalankan shalat dengan posisi sempurna, terus terang, kadang kala memendam dendam membara. kapan saya bisa memiliki kemampuan seperti sedia kala Tidak jarang saya sampai menangis, meskipun perasaan itu tidak timbul setiap saat. Kadang-kadang keinginan untuk bisa menyembah Tuhan yang sering saya lupakan dalam posisi semula begitu membara, tapi lagi lagi stroke membuat kedua lutut saya ini terlalu sakit untuk ditekuk. Rasanya otot ini tertarik kuat dengan sakit yang luar biasa.
Akhirnya saya membuat alasan lagi, seperti perilaku menjamak qasar. Saya hanya menunaikan shalat lima waktu dengan duduk.
Ikhtiar atau berusaha berobat menurut saya sudah cukup banyak saya lakukan. Tapi sebenarnya siapa yang tahu arti sebenarnya dari kata "cukup". Minum obat kimiawi yang paling saya benci sudah lama saya jalani secara disiplin selama setahun. Mencelup "asma" dalam ramuan obat tradisional yang tidak saya percayai juga saya lakukan. Saya pada akhirnya hanya menata niat saya agar tidak terjerumus dalam praktik "syirik" yang saya selalu hindari.
Ikuti terus kisahnya silahkan Klik Disini__._,_.___