RS Yasmin Banyuwangi Terbaik dalam Asian Hospital Management Award 2010
Beri Layanan Seharga Semangkuk Bakso
Prestasi membanggakan ditorehkan Rumah Sakit Yasmin Banyuwangi (RSYB) dalam ajang Asian Hospital Management Award 2010. Wakil Indonesia itu menyabet trofi excellent reward untuk kategori marketing, public relation, and promotional. Bagaimana RSYB mampu bersaing dengan RS-RS se-Asia dalam even itu?
NIKLAAS ANDRIES, Banyuwangi
---
Rumah Sakit Yasmin Banyuwangi sebenarnya tidak termasuk RS nomor satu di Banyuwangi. RS itu bahkan termasuk biasa-biasa saja secara fisik. Kapasitas RS tersebut juga relatif kecil. RSYB hanya memiliki 50 tempat tidur untuk pasien.
''Kalau melihat jumlah bed kami, memang masih kecil," ungkap Direktur RSYB Burhanuddin Hamid Darmadji kepada Radar Banyuwangi (Jawa Pos Group), Selasa (24/8).
Berada persis di jantung Kota Gandrung, luas kompleks RSYB masih kalah dibanding rumah sakit milik pemerintah atau swasta lainnya di Banyuwangi. Apalagi, sebelum beralih fungsi menjadi rumah sakit seperti saat ini, masyarakat Banyuwangi lebih mengenal Yasmin sebagai laboratorium dan klinik kesehatan biasa.
Namun, seiring berjalannya waktu, klinik itu kemudian mengubah wajah dan status menjadi rumah sakit. Masyarakat pun kemudian mengenalnya dengan sebutan RSYB.
Meski secara ukuran fisik kecil, manfaat RSYB banyak dirasakan masyarakat Banyuwangi dan sekitarnya. Sebab, RS swasta tersebut terus mencari inovasi dan terobosan sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan yang murah serta berkualitas. Salah satunya, produk layanan kesehatan yang diberi nama Yasmin-Lakers Up.
Untuk mendapatkan layanan kesehatan itu, masyarakat tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam.
Cukup dengan Rp 5.000, pasien sudah bisa mendapatkan layanan rumah sakit mulai rawat inap dan pengobatan lainnya di RSYB. Inovasi itulah yang kemudian mengantar rumah sakit tersebut mewakili Indonesia dalam ajang Asian Hospital Management Award 2010 di Seoul, Korea Selatan.
Sebelumnya, selama dua tahun berturut-turut pada 2008 dan 2009, RSYB menahbiskan diri sebagai RS terbaik di level nasional. Pada 2008 dalam ajang Persi (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia) Award 2008, RSYB meraih juara ketiga bidang human resources development project (HRD). Metode pemberian remunerasi pegawai melalui parameter senyum menjadi awal inovasi rumah sakit tersebut.
Lalu, pada 2009, RSYB menelurkan inovasi anyar lagi. Kali ini di bidang marketing, customer service, dan public relation. Berkat inovasi itu, RSYB terpilih menjadi yang terbaik dalam Persi Award 2009 dan berhak mewakili Indonesia dalam kompetisi inovasi RS tingkat Asia tahun ini.
RSYB juga bisa menjawab kepercayaan yang diberikan itu. Mereka mampu meraih prestasi terbaik dalam ajang Asian Hospital Management Award tersebut. Yang membanggakan, even itu diikuti 10 negara yang melibatkan 500 manajer rumah sakit dari 58 rumah sakit ternama se-Asia.
Dalam kompetisi itu, RSYB mengusung topik pemasaran layanan kesehatan bertajuk selling hospital in a bowl of meatball (menjual rumah sakit dalam semangkuk bakso). Inovasi tersebut mendapat apresiasi dari dewan juri yang beranggota para pakar kesehatan dari Amerika Serikat, India, Hongkong, dan tuan rumah.
Dalam ajang internasional itu, RSYB memamerkan daya saingnya dengan rumah sakit ternama di kawasan Asia lainnya seperti Assunta Hospital dari Malaysia, Apollo Hospital Hyderabad dari India, Samitivej Hospital dari Thailand, dan beberapa peserta lainnya, termasuk wakil Indonesia lainnya, RS Dharmais Jakarta.
Dibanding RS-RS itu, RSYB termasuk paling kecil dan ''pelosok''. Namun, juri tidak terpengaruh kondisi tersebut. Mereka justru menilai inovasi yang ditunjukkan RSYB telah menginspirasi RS lain bahwa layanan kesehatan setingkat RS bisa dilakukan dengan supermurah, seharga semangkuk bakso.
Keberhasilan RYSB menarik perhatian sesama kompetitor dalam ajang tersebut. Beberapa rumah sakit di negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, dan Filipina menyatakan tertarik untuk mengadopsi ide pelayanan supermurah ala RSYB itu. Namun, sebagian wakil negara lain menyatakan sulit mengimplementasikan strategi marketing tersebut lantaran kebijakan pemerintah masing-masing.
''Kami bangga atas prestasi ini. Apalagi, presiden Asian Hospital Federation (AHF) berjanji memublikasikan terobosan kami ini dalam jurnal AHF,'' ujar Burhanuddin.
AHF melihat, model pelayanan kesehatan yang diperkenalkan RSYB cukup unik dan terjangkau bagi masyarakat luas. Calon pasien cukup mengeluarkan biaya Rp 5.000 atau setara USD 0,5 setahun. Bila diwujudkan barang, ongkos sebesar itu hanya untuk semangkuk bakso di warung. ''Memang sangat murah dan terjangkau masyarakat luas,'' tegas Burhanuddin yang juga penggagas inovasi pelayanan kesehatan di RSYB tersebut.
Menurut dia, kunci dalam pelayanan kesehatan ada pada kepercayaan konsumen kepada rumah sakit. Untuk mendapatkan pelayanan yang murah, RSYB menjembatani tiga komponen dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Yakni, rumah sakit, asuransi, dan masyarakat selaku customer.
''Kami ingin keberhasilan ini menjadi inspirasi bagi semua rumah sakit di Indonesia. Karena itu, kami akan membukukannya agar bisa dijadikan panduan RS lain yang ingin menerapkan,'' tegasnya.
''Kalau melihat jumlah bed kami, memang masih kecil," ungkap Direktur RSYB Burhanuddin Hamid Darmadji kepada Radar Banyuwangi (Jawa Pos Group), Selasa (24/8).
Berada persis di jantung Kota Gandrung, luas kompleks RSYB masih kalah dibanding rumah sakit milik pemerintah atau swasta lainnya di Banyuwangi. Apalagi, sebelum beralih fungsi menjadi rumah sakit seperti saat ini, masyarakat Banyuwangi lebih mengenal Yasmin sebagai laboratorium dan klinik kesehatan biasa.
Namun, seiring berjalannya waktu, klinik itu kemudian mengubah wajah dan status menjadi rumah sakit. Masyarakat pun kemudian mengenalnya dengan sebutan RSYB.
Meski secara ukuran fisik kecil, manfaat RSYB banyak dirasakan masyarakat Banyuwangi dan sekitarnya. Sebab, RS swasta tersebut terus mencari inovasi dan terobosan sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan yang murah serta berkualitas. Salah satunya, produk layanan kesehatan yang diberi nama Yasmin-Lakers Up.
Untuk mendapatkan layanan kesehatan itu, masyarakat tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam.
Cukup dengan Rp 5.000, pasien sudah bisa mendapatkan layanan rumah sakit mulai rawat inap dan pengobatan lainnya di RSYB. Inovasi itulah yang kemudian mengantar rumah sakit tersebut mewakili Indonesia dalam ajang Asian Hospital Management Award 2010 di Seoul, Korea Selatan.
Sebelumnya, selama dua tahun berturut-turut pada 2008 dan 2009, RSYB menahbiskan diri sebagai RS terbaik di level nasional. Pada 2008 dalam ajang Persi (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia) Award 2008, RSYB meraih juara ketiga bidang human resources development project (HRD). Metode pemberian remunerasi pegawai melalui parameter senyum menjadi awal inovasi rumah sakit tersebut.
Lalu, pada 2009, RSYB menelurkan inovasi anyar lagi. Kali ini di bidang marketing, customer service, dan public relation. Berkat inovasi itu, RSYB terpilih menjadi yang terbaik dalam Persi Award 2009 dan berhak mewakili Indonesia dalam kompetisi inovasi RS tingkat Asia tahun ini.
RSYB juga bisa menjawab kepercayaan yang diberikan itu. Mereka mampu meraih prestasi terbaik dalam ajang Asian Hospital Management Award tersebut. Yang membanggakan, even itu diikuti 10 negara yang melibatkan 500 manajer rumah sakit dari 58 rumah sakit ternama se-Asia.
Dalam kompetisi itu, RSYB mengusung topik pemasaran layanan kesehatan bertajuk selling hospital in a bowl of meatball (menjual rumah sakit dalam semangkuk bakso). Inovasi tersebut mendapat apresiasi dari dewan juri yang beranggota para pakar kesehatan dari Amerika Serikat, India, Hongkong, dan tuan rumah.
Dalam ajang internasional itu, RSYB memamerkan daya saingnya dengan rumah sakit ternama di kawasan Asia lainnya seperti Assunta Hospital dari Malaysia, Apollo Hospital Hyderabad dari India, Samitivej Hospital dari Thailand, dan beberapa peserta lainnya, termasuk wakil Indonesia lainnya, RS Dharmais Jakarta.
Dibanding RS-RS itu, RSYB termasuk paling kecil dan ''pelosok''. Namun, juri tidak terpengaruh kondisi tersebut. Mereka justru menilai inovasi yang ditunjukkan RSYB telah menginspirasi RS lain bahwa layanan kesehatan setingkat RS bisa dilakukan dengan supermurah, seharga semangkuk bakso.
Keberhasilan RYSB menarik perhatian sesama kompetitor dalam ajang tersebut. Beberapa rumah sakit di negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, dan Filipina menyatakan tertarik untuk mengadopsi ide pelayanan supermurah ala RSYB itu. Namun, sebagian wakil negara lain menyatakan sulit mengimplementasikan strategi marketing tersebut lantaran kebijakan pemerintah masing-masing.
''Kami bangga atas prestasi ini. Apalagi, presiden Asian Hospital Federation (AHF) berjanji memublikasikan terobosan kami ini dalam jurnal AHF,'' ujar Burhanuddin.
AHF melihat, model pelayanan kesehatan yang diperkenalkan RSYB cukup unik dan terjangkau bagi masyarakat luas. Calon pasien cukup mengeluarkan biaya Rp 5.000 atau setara USD 0,5 setahun. Bila diwujudkan barang, ongkos sebesar itu hanya untuk semangkuk bakso di warung. ''Memang sangat murah dan terjangkau masyarakat luas,'' tegas Burhanuddin yang juga penggagas inovasi pelayanan kesehatan di RSYB tersebut.
Menurut dia, kunci dalam pelayanan kesehatan ada pada kepercayaan konsumen kepada rumah sakit. Untuk mendapatkan pelayanan yang murah, RSYB menjembatani tiga komponen dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Yakni, rumah sakit, asuransi, dan masyarakat selaku customer.
''Kami ingin keberhasilan ini menjadi inspirasi bagi semua rumah sakit di Indonesia. Karena itu, kami akan membukukannya agar bisa dijadikan panduan RS lain yang ingin menerapkan,'' tegasnya.
(*/c5/ari)
__._,_.___