Custom Search

[Konsultasi-Kesehatan] Diskriminasi Kesehatan Langgar Hak Asasi Rakyat



Diskriminasi Kesehatan Langgar Hak Asasi Rakyat
Rizka Diputra
 
Cover buku karangan Eko Prasetyo (Ist)
JAKARTA - Amanat dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, nampaknya belum melindungi rakyat dalam hal pelayanan kesehatan khususnya bagi warga miskin (gakin).

Padahal, UU tersebut mengatur kewajiban dalam bidang kesehatan di masyarakat. Namun pada praktiknya masih saja terjadi sikap diskriminatif bagi masyarakat kelas ekonomi lemah. Urbanpoor Consortium (UPC) menilai perlakuan diskriminatif yang kerap dilakukan rumah sakit di kota besar termasuk Jakarta terhadap warga miskin telah melanggar hak konstitusional.

"Hal ini bisa disebabkan dua faktor yakni pertama, privatisasi pelayanan kesehatan yang menghapus atau mengurangi subsidi kepada rumah sakit-rumah sakit pemerintah telah menyebabkan RS mengutamakan pasien yang beruang dari yang miskin. Apalagi, jika seperti pemberitaan media, pemerintah banyak nunggak pembayaran biaya perawatan orang miskin oleh pemerintah kepada rumah sakit," ujar Koordinator UPC Wardah Hafidz kepada okezone, belum lama ini.

Faktor kedua lanjut dia, yakni kebijakan pelayanan kesehatan untuk rakyat miskin pada dasarnya tidak memenuhi keharusan sebagaimana digariskan dalam konstitusi. Dia menambahkan, masih banyak rumah sakit, terutama di kota-kota besar, yang mendiskriminasi pasien miskin dalam hal pelayanan berlaku tidak selayaknya.

"Misalnya, pasien sudah parah tetapi dokter tidak kunjung datang sehingga pasien tidak tertolong, dan hal-hal seperti itu pemerintah harus melakukan perubahan mendasar," tegas Wardah.

Perubahan mendasar yang sejatinya dilakukan tersebut yakni mulai dari pelayanan kesehatan, membedakan pelayanan berdasar status ekonomi menjadi kebijakan universal coverage sebagaimana dipraktikkan di banyak negara. "Di mana setiap warga negara mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama di rumah-rumah sakit pemerintah, tanpa membedakan status ekonomi mereka," imbuhnya.

Wardah menambahkan, alokasi dana dari APBN dan APBD untuk pelayanan kesehatan juga harus menjadi skala prioritas dengan jumlah yang cukup untuk memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas. Pemerintah lanjut Wardah, mesti mengarahkan kebijakannya kepada gaya hidup preventif, termasuk di dalamnya keamanan pangan untuk rakyat (bebas dari zat-zat kimia yang berbahaya untuk kesehatan).

"Pengembangan sistem pengobatan tradisional murah berbasis kearifan tradisi, menyediakan sarana dan program-program olahraga untuk warga. Seperti China di mana terdapat banyak ruang terbuka untuk warga berolahraga, berkomunikasi, dan bersosialisasi antarmereka yang karenanya menyumbang pada kesehatan fisik, psikologis, dan sosial warga.

Lantas setujukah Anda dengan ungkapan 'Orang Miskin Dilarang Sakit'? "Saya setuju dengan ungkapan itu, dengan pengertian setiap kita, termasuk saudara-saudara kita yang miskin, harus memulai gaya hidup sehat dan preventif, bukan kuratif," tandasnya.

Hal senada diutarakan Kordinator Investigasi dan Advokasi Fitra Uchok Sky Khadafi. "RS kalau orang miskin pelayanannya tidak serius, karena dianggap tidak menguntungkan RS. RS juga belum memiliki standar pelayanan untuk orang miskin," ujarnya.

Kata Uchok, setelah anggaran turun dari pusat ke RS, biasanya tidak ada pengawasan dari pemerintah sehingga RS rentan melakukan diskriminasi kepada orang miskin. "RS mau duit yankes saja tetapi ogah melayani dengan standar baik alias standar orang yang berduit. Seharusnya, RS membuat papan pengumuman tentang realisasi anggaran yang diterima RS dari pemerintah. Lalu mengumumkan pasien-pasien orang miskin yang berobat ke RS," beber dia.

Dalam pemantauan Fitra, banyak yang tidak sesuai antara pagu (batas) anggaran yankes dengan orang miskin yang berobat. "Kadang-kadang banyak kok orang miskin yang ditolak walupun punya kartu yankes. Sebab itu perlu membuat standar pelayanan buat orang miskin dengan memperoleh standar dari ISO," jelas Uchok.

Sementara itu LBH Kesehatan menemukan banyaknya keluhan sepanjang tahun 2010 terkait diskriminasi pelayanan kesehatan. Angka pasien RS yang telantar ini mencapai ratusan orang. "Jumlah yang kami terima pada tahun 2010 ada sekitar 413 keluhan," ujar Direktur Eksekutif LBH Jakarta, Iskandar Sitorus saat berbincang dengan okezone, belum lama ini.

Iskandar menjelaskan, berbagai keluhan sangat komprehensif mulai dari model impact dari pelayanan medik dan administrasi. "Umumnya paling banyak dari pasien/keluarga yang dirawat RS milik pemerintah pusat dan daerah. Yang swasta juga ada namun persentasenya sangat kecil berbanding pemerintah," bebernya.

Dia menambahkan, banyak RS yang belum memperhatikan skala prioritas harapan dari pasien yakni mutu pelayanan kesehatan itu sendiri yang merupakan tugas inti daripada RS sebagai pelayan publik. "Sangat tidak memuaskan (pelayanan), seharusnya kualitas pelayanan ditingkatkan bukan melulu hanya biaya. Kasihan rakyat kita yang tidak mampu berobat. Perlu ada solusi cerdas," tandasnya.
 


__._,_.___


Informasi tentang Human Resources Development & General Affairs
http://hrcompensationbenefit.blogspot.com/
http://infoindustrialrelation.blogspot.com/
http://generalaffairsprofessional.blogspot.com/

Info tentang Quality, Management Development, ISO, Productivity
http://quality-expert.blogspot.com/

Serba-serbi kita
http://liputanduniakita.blogspot.com/

Info Kost, Kontrak, pembantu & Baby Sitter
http://portalkostkontrakan.blogspot.com/
http://infopembantubabysister.blogspot.com/




Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___
Custom Search